SATE BANDENG & SATE BEBEK


Sate Bebek Khas Cibeber-Taman Sari, Serang Daerah Serang dan Cilegon memang sangat terkenal dengan sate bandeng dan nasi sum-sumnya. Namun, ada satu lagi makanan khas Cilegon dan Serang yang tak kalah lezatnya, yaitu sate bebek. Sate bebek ini merupakan makanan khas Cibeber, Cilegon, Banten. Di daerah ini terdapat beberapa tempat penjual sate bebek, tapi yang paling wenak adalah warung tenda sate bebek yang berlokasi di daerah Taman Sari, Serang, persis de depan Hotel Taman Sari. Warung ini buka mulai pukul 5 sore dan tutup sebelum jam 10 malam. Para wisatawan yang ingin membawa sate bebek ini sebagai oleh-oleh untuk kerabat, tak perlu takut basi. Sate bebek bisa tahan lama untuk dibawa. Selama satu hari satu malam.Ada pun hidangan yang tak kalah terkenalnya adalah makanan khas Sate Bandeng. Sate Bandeng ini terdapat di wilayah pengrajin kota Serang. Jika anda berkunjung kota ini, akan mengetahui sendiri kelebihan Sate Bandeng dibanding sajian ikan yang lainnya.sate bandeng berbeda dengan sate biasa. Disebut sate karena ikan bandeng yang telah diolah dijepit dengan bambu, dan dibakar sehingga mirip sate. Anda akan merasa memiliki jika mengetahui lingkungan sekitar anda..Ikan bandeng memang mudah ditemui di Serang, Banten. Seperti di Pasar Rau Serang ini. Ikan bandeng segar berukuran besar yang menjadi bahan pembuatan sate bandeng didatangkan dari Desa Kemayungan dan Sawah Luhur, Kecamatan Pontang, Serang. Ikan bandeng yang diolah menjadi sate, biasanya memiliki ukuran tiga ekor per kilogram. Pembuatan sate bandeng menghabiskan waktu hampir setengah hari. Daging bandeng yang telah diolah, kemudian dimasukkan kedalam kulit ikan bandeng, lalu dijepit dengan bambu. Kemudian dibungkus dengan daun pisang.Ikan bandeng yang telah berbentuk sate lalu dibakar. Aromanya menyerupai otak-otak. Selain dimakan ditempat, sata bandeng juga bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh khas Banten. Sate bandeng dapat bertahan selama tiga hari, namun jika disimpan di dalam lemari es, bisa bertahan hingga seminggu.

DEBUS


Agama Islam diperkenalkan oleh Sunan Gunung Jati, salah satu pendiri Kesultanan Cirebon pada 1520, dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa. Kemudian, ketika kekuatan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajahan pedagang Belanda yang tergabung dalam Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).

Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain.

Debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan (gembung), yaitu pembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad, dzikir kepada Allah, diiringi instrumen. Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan. Bersamaan dengan beluk, atraksi kekebalan tubuh didemonstrasikan sesuai dengan keinginan pemainnya : menusuk perut dengan gada, tombak atau senjata tanpa luka, mengiris anggota tubuh dengan pisau atau golok; makan api, memasukkan jarum kawat ke dalam lidah, kulit pipi dan anggota tubuh lainnya sampai tebus tanpa mengeluarkan darah; mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat disembuhkan seketika itu juga hanya dengan mengusapnya, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulitnya tetap utuh. Selain itu, juga ada atraksi menggoreng kerupuk atau telur di atas kepala, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki tangga yang disusun dari golok yang sangat tajam, serta bergulingan di atas tumpukan kaca atau beling. Atraksi diakhiri dengan gemrung, yaitu permainan alat-alat musik tetabuhan.

RABEG


Rabeg Makanan Khas Serang,  Warga menyebut makanan akulturasi Arab-Banten itu dengan nama rabeg atau di sebut juga makan para Sultan Banten. Bahan baku utamanya adalah daging dan jeroan kambing, yang dalam bahasa Jawa dialek Serang atau Jawa Serang disebut wedhus. Rasanya manis pedas seperti semur bercampur tongseng, tetapi kaya rempah-rempah. Bumbu rempah-rempah yang paling menonjol adalah jahe dan lada, dengan sedikit rasa cabai merah. Maklum, dulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada. Sampai-sampai ada daerah yang dinamai Pamarican, pusat penyimpanan dan jual-beli lada pada masa lalu. Letaknya di sebelah utara kompleks keraton, dekat dengan Bandar Banten. Rasanya yang pedas bisa mengobati rasa pening setelah berpanas-panas keliling Banten. Jangan khawatir tekanan darah naik karena biasanya warung makan juga menyediakan acar atau lalap mentimun untuk menemani menu rabeg. Menurut beberapa warga asli Serang, rabeg merupakan hidangan istimewa Istana Banten. Namun, rabeg kini menjadi menu khas masyarakat, terutama Serang dan Cilegon, yang biasanya disajikan pada saat pesta dan acara selamatan, terutama pada selamatan akikah kelahiran anak. Saat ini, rabeg juga menjadi menu makanan yang disajikan di sejumlah warung atau rumah makan. Agak sulit untuk menemukan rabeg karena hanya ada beberapa rumah makan khusus rabeg di Serang. Salah satunya di daerah Magersari, Jalan Raya Serang-Cilegon, tepat di depan Rumah Tahanan Serang. Di depan rumah makan itu tertulis, ”Rabeg Khas Serang”. Warung khusus rabeg lain bisa ditemukan di Perancis, singkatan dari Perempatan Ciruas di Jalan Raya Serang-Jakarta.